Tags

, , , ,


Membaca komentar ketua PSSI di detik.com bikin gw tergelitik untuk berkomentar. Jujur saja, berkomentar soal timnas Indonesia itu sengaja gw tahan dari dulu. Udah banyak yang orang ‘pinter’, pengamat bola, dan pencinta timnas Indonesia mengkritisi prestasi timnas yang semakin tahun semakin turun. Dekade lampau, timnas Indonesia adalah raja asia tenggara. Vietnam dan Laos adalah lumbung gol buat timnas. Sekarang? Anda semua juga pada tau. Vietnam menggantikan posisi Indonesia bersaing dengan Thailand yang dari dulu prestasinya konsisten. Dan gw kaget luar biasa ketika timnas digelontor Laos.

Salah siapa ini? Pengurus tak mau disalahkan. Pemain, gw pikir mereka sudah melakukan yang terbaik. Prestasi boleh pasang surut. Tapi, terlalu surut (seperti Malaysia sekarang) mungkin juga tidak baik. Itu tandanya kita tidak belajar sesuatu. Tidak mengatasi akar masalahnya.

Solusi instan ditawarkan. Naturalisasi. Gw ga anti-naturalisasi loh. Kok menurut gw, ini adalah solusi instan untuk mencapai prestasi tinggi. Mungkin bisa berhasil dalam 5-10 tahun mendatang. Setelah itu gimana? Uda jamak dan jadi pakem di sepakbola Indonesia, pemainnya bakalan itu2 aja tanpa regenerasi yang bagus.

Gw sendiri masih meyakini bahwa kompetisi adalah jalan terbaik mendapatkan pemain2 bagus untuk timnas. Kompetisi mesti berjalan baik, teratur dan berjenjang. Klub-klub harus professional layaknya tim-tim benua eropa. Berprestasi adalah kewajiban karena dengan berprestasi mereka mendapatkan pendapatan dari iklan, hak tayang hingga jual beli pemain. Bukan dengan ngemis APBD. Klub2 kita masih bisa survive dengan prestasi ‘cukup’ karena sokongan pemerintah daerah. Lagian, uda rahasia umum juga kalo klub2 ini juga kendaraan politis.

Geografis Indonesia memang masih jadi kendala besar. Besarnya anggaran transportasi kadang menggembosi klub di tengah-tengah kompetisi. Duit transportasi itu kan duit yang dibuang saja. Menurut gw sih, solusi pembagian grup timur dan barat itu sudah pas. Transportasi bisa diirit dan bisa disalurkan pada kesejahteraan pemain & official ato lainnya.

Pemain asing menurut gw harus dibatasi. Gw baca beberapa kali membaca berita bahwa pemain2 asing ini juga kurang kompetensinya, tapi gajinya melebihi pemain lokal. Keberadaannya seakan ‘wajib’ dan akhirnya mematikan potensi bibit muda. Gw yakin beberapa dari anda sudah membaca kekuatiran orang Inggris mengenai semakin internationalnya liga mereka. Imbasnya timnas Inggris semakin susah mencari pemain2 bagus. Memang sih jika ada pemain Inggris bisa bertahan dari persaingan merebut first team, bisa dipastikan dia sangat bagus. Tapi bagaimana dengan pemain bagus lainnya? Yang dibutuhkan adalah kesempatan.

Pak Nurdin, sampean dengan mudahnya mengatakan pemain yang salah dan kurang ini-itu. Padahal, pemain adalah produk dari sistem yang diciptakan PSSI. Gw sendiri melihat pengurus PSSI macam Nugraha Besoes, Andi Darussalam sudah eksis sejak jaman Ricky Jacob hingga Bambang Pamungkas. Sampean bisa liat, pemain sudah berganti2, presiden sudah berganti, kok pengurusnya tetep yang itu-itu saja. Gw sudah hampir nyumpah setengah idup, jangan sampe prestasi timnas Indonesia kesalip ama tetangga kita, Timor Leste yang baru merdeka. Jika ya, betapa malunya kita. Itu menunjukkan prestasi kita jalan mundur, bukan sekedar jalan di tempat. Kasus Hendri diatas bisa jadi memicu revolusi organisasi PSSI yang semakin mandul.

HIDUP TIMNAS !!