Tags

, , , ,


Di warung Cak Dul sambil makan gado2, gw termangu nonton TV. Kok ada peragaan ala ‘Olimpiade’ ya? Ada apa gerangan? Ternyata pembukaan final Copa Indonesia. Mempertemukan 2 tim ‘terbaik’ [gw kasih tanda kutip loh] yaitu Sriwijaya FC dan Persipura Jayapura. 20 menit pertama, saya tonton di warung. Saling serang dan permainan menarik. Gw sendiri jarang nonton sepakbola baik luar ato dalam negeri, tentu saja terkagum2 dengan permainan cepat dan memikat ala tim premiership Inggris. Gw janji bakal ngelanjutin di rumah.

Singkat kata, kedudukan uda 1-0 untuk Sriwijaya. Gol dicetak dengan tandukan oleh Obiora hasil umpan Nasuha di menit 51. Gw ga liat sih… tapi sempat liat replaynya. Eh, si Persipura tak tinggal diam. Terus menyerang. Dapat momentumnya. Dan… kiper Ferry Rotinsulu menerjang Ian Kabes yang tengah membawa bola di dalam kotak penalti. Bola muntah hasil tabrakan itu pun langsung disambar oleh seorang pemain Persipura dan membentur tangan seorang pemain Sriwijaya. Pemain Persipura langsung menyerbu wasit untuk minta penalti. Didorong, dikepung, wah…langsung berubah derajat jadi liga antar kampung. Tidak puas dengan keputusan wasit, tim persipura mogok main. Dan sembunyi di ruang ganti pemain. PSSI perlu waktu hingga 1 jam untuk membujuk tim. Kenapa harus nunggu 1 jam? Kenapa harus bujuk sana-sini dulu dan lobi2? Kenapa dijadikan politis? Kenapa peraturan ga ditegakkan saat itu juga, 15 menit tidak mau bermain berarti WO.

Gw jadi bertanya-tanya apa kira2 sanksi untuk persipura. Apakah akan diperlakukan seperti Persebaya yang mogok pada putaran final Liga Djarum tahun 2005? Persebaya dikenai larangan bertanding dua tahun di seluruh kompetisi non-amatir di Indonesia setelah mundur dari putaran kedua Liga Djarum Indonesia. Selain itu klub kebanggaan kota Pahlawan ini juga didenda Rp 25 juta. Gw nantangin PSSI menghukum Persipura karena mogok main di Final Liga Nasional. Mengecewakan penonton. Dan dengan sengaja mengabaikan peraturan tanpa alasan yang bisa diterima secara hukum, keselamatan dan logika.

Sriwijaya sendiri juga punya sedikit ‘cacat’, di pertandingan semifinal Copa Indonesia 6 januari 2008. PSMS Medan melakukan mogok beraksi di lapangan setelah di menit 116, wasit Purwanto (wasit yang sama yang memimpin pertandingan final Copa 2009) mengesahkan gol yang dicetak penyerang tim tuan rumah, Keith Kayamba. Kubu PSMS ‘merasa’ bahwa pemain tersebut dalam posisi offside. Pertandingan di stadion Jakabaring (Oh, God…stadion yang sama) itu akhirnya jadi guyon. Pemain PSMS hanya diam saja melihat pemain Sriwijaya bermain dan membuat gol. Dua kali menjadi juara dengan lawan yang mogok.

Kayaknya aksi mogok ini sudah jadi kebiasaan tim2 semi amatir Indonesia jika keinginannya tidak tercapai. Memaksakan kehendak. Menantang aturan dan PSSI. Ya, saya bilang tim semi-amatir. Karena, jika tim profesional tentu saja akan memikirkan semua dampak jika berani mbalelo. Bisa kehilangan reputasi sebagai klub top yang akan merembet pada kehilangan posisi, pendapatan dan fans.

Gw ga menyalahkan para pemain. Mereka ini cuma serdadu dari sebuah kepentingan yang lebih besar. Uda lazim, bahwa kesebelasan2 ini juga dikendalikan pemerintah daerah untuk menggaet simpati masyarakat. Sehingga ego-nya uda kelas politis. Bukan sportivitas lagi.

Wasit. Kadang ini juga kambing hitam dari buruknya permainan. Hakim pertandingan yang bukan singa lapangan. Jika keputusan tidak disukai, pemain dan ofisial tidak sungkan2 ‘menekan’ wasit dengan cara mendorong, mengepung, menendang bahkan memukul. Ini kelakuan barbar. PSSI juga ga boleh tinggal diam dengan masalah ini. Barangkali, wasit2 ini juga perlu ‘penyegaran’ terhadap aturan baku sepakbola. Dilindungi dari tekanan tertentu sehingga bisa bertugas dengan sebaik-baiknya.

PSSI harus berani tegas terhadap siapapun. Tidak mencla-mencle dan tidak membuka negosiasi jika memang sanksinya jelas. Harus memberikan efek jera pada tim2 lain di masa mendatang. Jika tidak, gw berani jamin peristiwa ini dijadikan referensi tim lain untuk bertindak sama. Dan semakin banyak pertandingan2 mengecewakan yang bermuara membunuh potensi pemain untuk lebih berkembang.  Selidiki juga para para wasit itu.

Gini kok mau jadi tuan rumah Piala Dunia. Mimpi punya timnas yang jago. Gimana mau punya pemain timnas yang bagus, punya daya juang tinggi dan punya skill kalo liganya ga aturan. Isinya tawuran, mogok main, pengaturan skor, kualitas wasit pas-pasan dan suap. Lha wong, sepakbolanya dikendalikan oleh orang yang ga punya semangat olahraga. Ga tau aturan. Dan ga tau menghargai fans dan penonton.

Gw bukan fans semua tim yang sudah gw sebutin diatas. Gw jarang nonton sepakbola Indonesia. Gw fans timnas Indonesia. Gw berharap timnas Indonesia bisa berjaya lagi hingga level Asia lagi. Tapi, kalo kayak gini liganya…. ga berani mimpi liat Indonesia sekedar juara asia tenggara.